Kamis, 20 Desember 2018

Mengangkat Derajat Sektor Informal

Review "Mengangkat Derajat Sektor Informal"




Sektor usaha informal merupakan bentuk usaha yang paling banyak kita temukan di masyarakat khususnya di negara berkembang. Bentuk usaha ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang tidak berpendidikan, bermodal kecil, dilakukan oleh masyarakat golongan bawah dan tidak mempunyai tempat usaha yang tetap. Gambaran umum sektor informal saat ini masih identik dengan aktivitas ekonomi skala kecil, kurang produktif, dan tidak mempunyai prospek yang menjanjikan. Predikat tersebut bermula dari sifat usaha sektor informal yang cenderung sebagai usaha mandiri, teknologi sederhana, modal kecil, relatif tidak terorganisasi, dan ilegal.

Sebenarnya sektor informal  memiliki keuntungan sendiri, yaitu mereka yang bekerja pada sektor informal dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menciptakan lapangan kerja sendiri atau self employed. Akan tetapi, sektor informal selalu mendapatkan predikat sebagai "penghambat" pembangunan. Predikat tersebut selalu saja menuai permasalahan. Akibatnya, masyarakat yang bekerja pada sektor informal semakin sulit untuk mengembangkan usahanya demi memenuhi kebutuhan hidup.

Pada Era globalisasi saat ini, yang didukung dengan tingginya pertumbuhan penduduk menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan formal yang ada. Pertumbuhan penduduk tersebut tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang membangun sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga sumber daya manusia yang ada tidak mampu untuk mengikuti kompetisi di era globalisasi ini. Ketidakmampuan dalam bersaing ini menyebabkan sumber daya manusia yang minim modal dan keterampilan (soft skill). Hal inilah yang menyebabkan kegiatan sektor informal dapat dijadikan sebagai alternatif lahan mata pencaharian bagi masyarakat. Sektor informal merupakan kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja.

Pekerja sektor informal sering dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak, contohnya saja pemerintah yang terkadang menghambat berkembangnya sektor informal ini, pemerintah susah memberikan izin usaha atau menyediakan pasar bagi pelaku-pelaku usaha yang bergerak pada sektor informal. Seharusnya pemerintah dapat membuat standardisasi sektor informal dari produk hingga pekerjanya, sehingga terdapat  jaminan untuk pekerja sektor informal, mengingat banyak manfaat yang didapatkan apabila mempertahankan sektor informal ini. Beberapa manfaat yang didapat seperti mengurangi angka pengangguran melalui terbukanya lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara, penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit bila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup dengan modal sedikit dapat memperkerjakan orang, sektor informal biasanya menggunakan teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya, sektor informal memberikan kemungkinan kepada tenaga kerja yang berlebih di pedesaan untuk migrasi dari kemiskinan dan pengangguran, sektor informal menyediakan harga barang dan jasa yang murah, dan masih banyak lagi.

         Untuk itu, seharusnya sektor informal lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah dengan cara Pertama, pemerintah mengawasi sektor informal yang lokasinya disediakan oleh pihak swasta. Pengawasan ini dimaksudkan untuk melindungi sektor informal dari tindakan swasta yang kurang baik. Kedua, retribusi atau pajak yang dibebankan kepada sektor ekonomi informal oleh pemerintah daerah seharusnya memperhitungkan tarif retribusi tersebut berdasarkan pendapatan real dan juga adanya timbal balik berupa pelayanan kebersihan dan keamanan kepada sektor informal. Ketiga, hendaknya pemerintah daerah bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menciptakan pusat pelayanan bagi sektor-sektor informal demi perberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM). Keempat, dilaksanakan pelatihan bagi sektor informal. Pelatihan ditujukan untuk menyebarkan informasi seputar kegiatan usaha, pengembangan wawasan, dasar pengelolaan usaha, dan pemanfaatan peluang usaha. Kelima, bagaimana mengupayakan dapat berlangsungnya usaha rakyat kecil di sektor informal yang juga miskin akan modal dan keterampilan, sehingga pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka tidak lagi tergantung kepada pemerintah dengan tidak tersedianya pekerjaan pada sektor formal.

sumber : https://m.bisnis.com/amp/read/20180824/9/831131/lapsus-mengangkat-derajat-sektor-informal

Sabtu, 15 Desember 2018

Permasalahan Outsourcing di Indonesia


  Review "Permasalahan Outsourcing di Indonesia"


Untuk menghadapi persaingan bisnis usaha yang semakin ketat, perusahaan saling berlomba dalam menciptakan strategi dan kiat baru untuk memenangkan persaingan itu. Salah satu strategi di berbagai negara untuk meningkatkan efisiensi perusahaan dalam rangka memenangkan persaingan adalah melalui outsourcing. Outsourcing itu sendiri adalah perusahaan yang menyediakan jasa tenaga kerja yang meliputi pekerjaan yang akan ditempatkan pada perusahaan yang membutuhkannya. Dengan adanya Outsourcing maka perusahaan dapat lebih efisien dalam menjalankan usahanya.

Dibalik manfaat yang didapatkan dari Outsourcing, terdapat sejumlah permasalahan yang masih belum dapat dituntaskan di Indonesia. Permasalahan outsourcing yang sedang hangat diperbincangkan adalah Outsourcing di BUMN. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika mengatakan, praktek outsourcing di tubuh perusahan BUMN tersebut sangat aneh dan seringkali menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat.

"Masa ada BUMN yang dia tidak memperpanjang karyawan outsourcing, tapi dia merekrut tenaga kerja baru lagi? Itu bagaimana logikanya? itu kan aneh," ujar Pasek dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Outsourcing di Gedung DPR.

Salah satu contoh permasalahan Outsourcing di perusahaan BUMN adalah PT Krakatau Steel, dari 1400 pekerja masih ada 60 orang yang belum tuntas. Untuk PT Merpati Nusantara Airlines telah mendapat PMN sekitar Rp500 milyar, dari jumlah itu sebanyak Rp350 milyar untuk selesaikan persoalan termasuk urusan pekerja.

Sebenarnya, penyebab terjadinya permasalahan outsourcing di Indonesia ada dua yaitu Pertama, keberadaan oknum yang melanggar undang-undang outsourcing. Oknum tersebut bisa datang dari sisi perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing maupun perusahaan yang menyelenggarakan outsourcing. Contoh pelanggaran yang dilakukan perusahaan pengguna outsourcing adalah perusahaan yang bergerak pada bidang telekomunikasi tapi justru yang  di outsourcing kan adalah kegiatan yang berhubungan dengan bidang lain. Secara perundang-undangan itu sudah melanggar. Sementara contoh untuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan penyelenggara outsourcing adalah masalah pemenuhan hak tenaga kerja outsourcing. Kedua adalah minimnya pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap kegiatan outsourcing.

Untuk menyelesaikan permasalahan outsourcing di Indonesia langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: Pertama, pemerintah lebih meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan outsourcing agar terhindar dari pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan pengguna outsourcing maupun perusahaan yang menyelenggarakan outsourcing. Kedua, pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap pelaku pelanggaran. Ketiga, perusahaan dapat menetukan  pembagian tugas yang jelas serta membuat skema hubungan kerjasama yang melindungi hak pekerja atau buruh. Keempat, perusahaan outsourcing harus profesional dan taat kepada hukum sehingga dapat menjadi mitra usaha yang dapat diandalkan berdasarkan kompetensi dan produktifitasnya. Dan yang Terakhir, pekerja atau buruh harus meningkatkan kompetensinya agar mampu bersaing sehingga akan dicari oleh perusahaan dan memiliki daya saing.

sumber : http://bagiinformasi1.blogspot.com/2016/01/permasalahan-outsourcing-di-indonesia.html

Minggu, 09 Desember 2018

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

Review "Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk."


Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).

Tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan Pembahasan Dari Sisi Akuntan Publik cukup mendasar.

Kronologi nya bermula dari Awalnya audit pada tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002.Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. 

Kasus manipulasi keungan yang dilakukan oleh PT Kimia Farma tidak hanya disebabkan adanya kasalahan dalam pencatatan laporan keuangan oleh akuntan saja, melainkan terdapat beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab yang pada akhirnya dapat dideteksi oleh pemerintah. Kecurangan yang dilakukan pastilah tidak terlepas dari bantuan akuntan yang mengerti dan memahami cara mengelolah laporan keuangan. Seorang akuntan seharusnya memahami prinsip dasar etika profesi sebagai seorang akuntan. Kode etik sebagai seorang akuntan adalah Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Publik, Integritas, Obyektivitas, Kompetensi Dan Kehati-Hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, Dan Standar Teknis.

Akibat dari permasalahan ini, seorang akuntan telah melanggar prinsip dasar etika profesi sebagai akuntan yang profesional.  KAP Hans  Tuanakotta  and  Mustofa  dan Sdr. Ludovicus Sensi W telah  melanggar prinsip dasar etika profesi akuntansi terutama integritas, kepentingan publik dan perilaku profesional. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah dan publik. Dampak yang ditimbulkan adalah hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah terhadap  kemampuan HTM sebagai akuntan, penurunan pendapatan jasa audit akibat publik takut dan tidak percaya menggunakan jasa HTM, hingga yang terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.

Untuk mengatasi supaya kejadian serupa tidak terjadi, maka dapat dilakukan dengan pengontrolan, pemeriksaan, dan evaluasi setiap bulanyang dilakukan oleh perusahaan agar mudah mendeteksi apabila ada kesalahan bahkan kecurangan dalam pencatatan laporan keuangan. Selain mengawasi pencatatan laporan, diperlukan juga mengawasi piha-pihak yang terlibat pada proses pencatatan laporan keuangan, seperti akuntan, auditor, dan pihak lainnya. Baik uang yang keluar atau masuk diperiksa secara detail dan rinci agar tidak adanya celah untuk melakukan kecurangan manipulasi dalam laporan keuangan. Pemerintah juga dapat ikut andil dalam mengatasi permasalah ini, seperti mengawasi kinerja dari perusahaan, agar perusahaan tidak dapat melakukan kecurangan dan memberikan sanksi tegas yang dapat menyebabkan efek jera bagi pelaku.

sumber :https://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/

Rabu, 05 Desember 2018

Problem Serikat Buruh di tengah Sistem yang Rentan PHK

Review "Problem Serikat Buruh di Tengah Sistem yang Rentan PHK"



   
Sebelum membahas tentang masalah perserikatan buruh, kita perlu mengetahui pengertian dari buruh itu sendiri.Buruh adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan maupun tertulis yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian.Di Indonesia buruh selalu diindentikan dengan pekerja rendahan, hina, kasar dan sebagainya.Untuk melindungi hak-hak buruh itu sendiri, maka dibentuklah Organisasi Perserikatan buruh.

Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Tenaga Kerja tahun 2003 No. 17, Serikat Buruh/Serikat Pekerja merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Fungsi dari Organisasi perserikatan buruh itu sendiri adalah Sesuai dengan pasal 102 UU Tenaga Kerja tahun 2003, dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahtraan anggota beserta keluarganya.

Dalam perjalanannya Serikat Pekerja/Buruh pasti menghadapi banyak permasalahan dan hambatan, baik dari masalah internal ataupun eksternal, beberapa permasalahan internal dalam perserikatan buruh yaitu masalah individual anggota, solidaritas antar anggota, soliditas organisasi dan solidaritas antar organisasi, sedangkan masalah eksternal nya adalah hambatan dari pengusaha dan negara. Pengusaha sering kali tidak senang dan tidak akan membiarkan adanya Serikat Pekerja/Buruh yang menjadi kuat, sehingga sebisa mungkin pengusaha akan melakukan tindakan-tindakan yang mendorong ke arah pelemahan dari Serikat Pekerja/Buruh baik itu dengan sistem kerja, sistem kontrak, dan lain-lain.

Itu merupakan segelintir masalah yang dihadapi oleh perserikatan buruh. Masalah yang hangat dan sedang menjadi perbincangan dalam perserikatan buruh di Indonesia adalah pada masalah internalnya, yaitu Serikat Buruh memotong 1% gaji pokok buruh sebagai iuran anggota. Sedangkan pelaporan soal potongan iuran ini tidak jelas. Bahkan ada Serikat Buruh yang memotong 10% pesangon buruh. Ini merupakan hal yang melenceng dari tujuan dibentuknya organisasi itu sendiri, dimana Serikat Pekerja harus benar-benar menjadi sebuah payung yang melindungi para anggotanya, jangan hanya sibuk mengutip Check Off System (COS) atau semacam iuran wajib dari buruh saja, tetapi juga memperjuangkan nasib mereka ketika dalam kondisi sulit oleh kebijakan sepihak dari perusahaan.

Sebenarnya  menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengakui pihaknya menarik iuran dari anggotanya di seluruh Indonesia. Hal ini dinilai wajar dan diberlakukan oleh serikat buruh di berbagai negara.  Iuran buruh yang menjadi anggota KSPI sebesar 1 persen dari upah sektoral, karena dana yang didapat dialokasikan 60 persen untuk  para buruh di pabrik masing-masing dan 40 persen digunakan untuk organisasi. Iqbal menegaskan, apa yang dilakukan tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Iqbal juga mengaku telah melakukan  audit, dan tidak main-main dalam pengerjaanya. Mereka memakai akuntan publik yang terakreditasi untuk masalah ini. Melihat penjelasan diatas pemerintah telah melaksanakan kebijakan yang sesuai dengan Keputusan Mentri Tenaga kerja, namun terdapat segelintir orang yang masih menyalahgunakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

          Untuk mengatasi permasalahan tersebut seharusnya pemerintah lebih mengawasi penarikan iuran dari anggota KSPI agar tidak terjadi kecurangan seperti melebihkan penarikan iuran upah dari anggota, serta buruh perlu melakukan advokasi dari serikat pekerja apabila terdapat tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mengingat Advokasi merupakan kegiatan yang sering dilaksanakan oleh organisasi perserikatan kerja berbentuk pemberian pelatihan kepada anggota dengan harapan dapat meningkatkan kecerdasan, penguasaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, mengasah keterampilan bagi para anggotanya dalam menanamkan kesadaran buruh atas hak dan kewajibannya, serta melatih para buruh dalam menghadapi suatu kondisi atau permasalahan tertentu.

sumber :https://tirto.id/problem-serikat-buruh-di-tengah-sistem-yang-rentan-phk-cnNw

Mengangkat Derajat Sektor Informal

Review "Mengangkat Derajat Sektor Informal" Sektor usaha informal merupakan bentuk usaha yang paling banyak kita temuk...